Senin, 24 September 2007

DEPKEU harapkan PMK No. 74 jadi acuan

Biro Perasuransian Bapepam LK berharap referensi premi asuransi kendaraan bermotor yang diterbitkan pemerintah bisa digunakan sebagai pedoman untuk lini bisnis asuransi lain agar disiplin menetapkan harga.
Kepala Biro Perasuransian Bapepam LK Isa Rachmatarwata mengatakan pada dasarnya petunjuk umum penetapan premi oleh perusahaan asuransi sebenarnya sudah diatur dalam pasal 20 PP No.73/1992 dan pasal 19 KMK No. 422/KMK. 06/2003.

"Kalau ini dipahami sebagai pedoman yang baik, tidak perlu menunggu sampai pemerintah terbitkan untuk properti, aviation, personal accident. Ini bisa dipahami dan diimplementasikan untuk lini bisnis yang lain," ujar Isa di Jakarta belum lama ini.

Keputusan pemerintah dalam Permenkeu No. 74 tentang Penyelenggaraan Pertanggungan Asuransi pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor yang berlaku 29 Juni sebagai bentuk peringatan terhadap ketidakdisiplinan industri.

Dia mengatakan peringatan untuk menegakkan aturan bisa didasarkan atas peraturan yang ada, menambahkan aturan baru, atau menyempurnakan aturan yang ada. "Kami juga harus mengendalikan diri, tidak setiap kali reaktif melihat apa yang terjadi di industri. Kadang ada yang harus diselesaikan sendiri oleh industri, apakah melalui asosiasi atau sendiri-sendiri," ujarnya.

Isa menilai tidak menutup kemungkinan ada pengaturan yang lebih spesifik untuk lini bisnis lain seperti yang dilakukan untuk bisnis kendaraan bermotor. Namun hal itu perlu pengkajian statistik mendalam mengenai kondisi industri.

Dia mencontohkan reasuransi luar negeri masih mau menutup asuransi properti namun terkena praktik perang tarif yang parah. "Mungkin saja premi yang diterapkan masih dianggap masuk akal, atau ternyata perusahaan masih membukukan laba dari bisnis itu."

Sebelumnya Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Frans Y. Sahusilawane berharap aturan serupa juga diterapkan untuk lini bisnis asuransi lain seperti properti. "Mungkin formatnya tidak sesederhana untuk kendaraan bermotor, tapi kalau pendekatan ini berhasil diterapkan di lini bisnis itu, tidak ada salahnya juga diterapkan di lainnya seperti properti, tapi itu juga perlu kajian mendalam," jelasnya.

Managing Director PT Asuransi Allianz Utama Petrus M. Siregar mengatakan lini bisnis asuransi lainnya yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah adalah asuransi properti.

Dia mengakui untuk mewujudkan hal itu perlu waktu yang cukup lama untuk melihat kondisi industri dan kajian statistik yang melibatkan Persatuan Aktuaris Indonesia.

Tidak melanggar

Ketika ditanyakan apakah ada kekhawatiran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan mempermasalahkan aturan itu karena dinilai melanggar persaingan usaha, Isa mengatakan hal itu diharapkan tidak terjadi karena aturan tersebut tidak mengatur premi.

"Kami tidak pernah memaksakan perusahaan menggunakan tarif ini sebagai tarif premi kalau mereka melengkapi dirinya dengan data yang cukup," tutur dia.

Dia mengatakan jika perusahaan tidak mempunyai data yang cukup untuk menentukan premi maka tarif yang ditentukan tidak berdasar sehingga rawan merugikan masyarakat. "Kami tidak atur premi, kami mengatur cara berperilaku yang sehat dari perusahaan asuransi."

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda