Senin, 24 September 2007

Gaikindo: Premi baru asuransi Kendaraan Bermotor ganggu pasar

Gaikindo meminta pemerintah menunda implementasi tarif premi referensi asuransi yang akan berlaku mulai 1 September, karena dianggap berpotensi mengganggu pertumbuhan pasar otomotif nasional.

Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Bambang Trisulo mengatakan kenaikan tarif premi referensi dipastikan akan memberikan beban biaya tambahan ke konsumen kendaraan bermotor di Tanah Air. Kondisi ini dikhawatirkan akan mengganggu pertumbuhan pasar otomotif domestik yang sedang membaik.

"Apalagi sekitar 80% lebih pembelian mobil baru dilakukan dengan kredit. Sebaiknya ditunda dulu, beri kami waktu untuk menyusun kekuatan mengembalikan kondisi pasar mobil agar pulih seperti sebelum kenaikan BBM..

Depkeu mengeluarkan Permenkeu No. 74/PMK.010/2007 tentang Penyelenggaraan Pertanggungan Asuransi pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor. Peraturan yang ditandatangani oleh Menkeu Sri Mulyani itu diterbitkan pada 29 Juni.

Berdasarkan peraturan ini referensi premi murni kendaraan bermotor dengan tarif total loss only (TLO) berkisar 0,56%-0,74% untuk kendaraan nontruk dan 0,62% untuk jenis truk. Tarif premi pertanggungan komprehensif untuk kendaraan nontruk mulai 1,19%-2,18%, sedangkan untuk truk 2,01%.

Di pasar, konsumen mobil bakal dikenakan tarif yang lebih mahal karena premi di atas merupakan premi netto yang nilainya 50% lebih rendah dari premi bruto. Pada umumnya perusahaan asuransi menetapkan premi netto yang lebih tinggi karena berkepentingan mengambil selisih untuk menutupi biaya operasional ataupun fee buat broker asuransi.

Mobil Rp150 juta-an

Bambang mengatakan yang paling terbebani dengan pemberlakuan tarif referensi baru ini justru kendaraan dengan populasi terbesar, yaitu Rp150 juta ke bawah. "Jika dulu pembeli hanya dikenakan 3%, nanti akan jadi 4% lebih. Padahal segmen ini kan volume penjualannya terbesar. Kami ingin tingkatkan volume penjualan agar normal, tapi calon pembeli malah terkena tambahan beban," ujarnya.

Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Wiwie Kurnia juga mendesak pemerintah menunda pemberlakuan ketentuan ini.

Menurut dia, kenaikan referensi tarif premi ini akan menimbulkan dampak berantai yang tidak hanya merugikan industri otomotif.

"Jika masyarakat batal beli kendaraan karena merasa terbebani dengan biaya asuransi tambahan, secara otomatis asuransi juga akan dirugikan. Efeknya berantai. Kami sudah berkirim surat ke Menkeu agar kebijakan ini ditunda sampai ekonomi benar-benar mapan," ungkapnya

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda