Senin, 24 September 2007

KAPLER ARIFIN MARPAUNG; DIRUT PT ASURANSI BINAGRIYA UPAKARA, Mengembalikan Kepercayaan

Menakhodai sebuah perusahaan asuransi dengan tingkat solvabilitas (risk based capital/RBC) minus bukan hal gampang, bahkan bagi seorang yang ahli sekalipun.

Selain turunnya kepercayaan publik, kebijakan penutupan asuransi dengan tingkat RBC di bawah minimum 120% pun terus mengancam. Tapi, begitulah kondisi yang dihadapi Kapler Arifin Marpaung, mantan Ketua Umum Asosiasi Broker Asuransi Indonesia (ABAI), saat ditunjuk menjadi nakhoda pada PT Asuransi Binagriya Upakara, sebuah perusahaan asuransi umum/kerugian dengan penerimaan premi yang tidak sesuai harapan selama dua tahun berturut- turut.

Baru setelah mendapat kucuran modal disetor oleh para pemegang saham sehingga total modal setor saat ini mencapai Rp80 miliar, Kapler merasa percaya diri mengembangkan bisnis asuransinya. ”Dari sini kami sudah memiliki kepercayaan diri yang cukup untuk masuk ke pasar,baik lokal maupun internasional,”ungkap dia. Bagaimana kiat Kapler membenahi kinerja perusahaan sekaligus meraih kembali kepercayaan kliennya? Berikut ini petikan wawancara SINDO dengan Direktur Utama PT Asuransi Binagriya Upakara Kapler Arifin Marpaung.

Seberapa besar peluang asuransi kerugian nasional hingga saat ini?

Saya melihat, hingga saat ini bisnis asuransi umum kerugian masih memiliki peluang yang cukup lebar. Memang, ada beberapa sektor tertentu yang memiliki peluang pertumbuhan bisnis yang tidak begitu besar. Asuransi properti misalnya.Namun ada juga bisnis risiko yang patut dilirik. Asuransi mikro (microinsurance) misalnya.Saya yakin, jika ditata, diatur, dan dikelola dengan baik serta didukung perundang- undangan yang memadai, asuransimikroakanmemberikan peluang bisnis cukup besar di masa mendatang.

Kalau properti?

Sebetulnya, bisnis asuransi properti kurang begitu menarik lagi. Bayangkan, kita harus menjamin satu hotel bintang empat dengan potensi margin yang bisa diperoleh tidak lebih daripada Rp1 juta. Ini tentu sesuatu yang tidak feasible. Sementara, asuransi satu kendaraan bermotor mewah menawarkan margin yang lebih besar dibanding mengurus pertanggungan asuransi satu gedung perkantoran tingkat tinggi atau properti.

Apa yang harus dilakukan?

Hal ini tentu mendorong industri membuat semacam konsentrasi atau bisnis yang terfokus ke depan. Karena itu,Asuransi Binagriya Upakara tetap akan menjaga bisnis asuransi properti, tapi dengan catatan bisa diukur risikonya. Bukan risiko yang berkategori bad risk. Selain itu, preminya juga tidak boleh terlalu rendah sehingga bisa menyisakan margin bagi perusahaan.Jangan malah overhead dan biaya akuisisi ketika harus meng-cover risiko tidak bisa dipenuhi dari margin yang sudah kita peroleh. Ini yang sering terjadi saat ini.Tapi,saya yakin,prospek industri asuransi umum ke depan akan tetap baik.

Tadi Anda mengatakan tren asuransi properti tidak lagi menarik, kenapa?

Begini,asuransi properti memiliki banyak kategori. Salah satunya adalah properti kategori bangunan bertingkat tinggi seperti hotel maupun perkantoran. Saat ini rate-nya sudah mencapai titik rate paling memprihatinkan, yaitu di bawah 1 per mil.

Idealnya?

Menurut saya, rate paling ideal bagi gedung-gedung berisiko tinggi minimum rate adalah 2 per mil. Dengan rate sebesar ini, perusahaan asuransi akan bisa memberikan proteksi yang benar. Artinya, selain biaya yang dimiliki perusahaan untuk mengelola risiko cukup,perusahaan asuransi juga akan mendapatkan back up reasuransi dari perusahaan reasuransi first class atau first class underwriter.

Maksudnya?

Selain penanggung bisa membiayai pengelolaan risiko dari premi pihak tertanggung, tentu penanggung (perusahaan asuransi) juga akan menyajikan back up melalui underwriter first class sehingga pada akhirnya ini menguntungkan bagi pihak tertanggung sendiri.Sebagai insan perasuransian, saya memiliki filosofi, tujuan masyarakat tertanggung berasuransi itu apa dulu? Tujuannya adalah untuk mendapatkan proteksi ketika aset atau kepentingannya mengalami kehancuran atau kerusakan.

Sejak kapan kecenderungan asuransi properti tidak menarik?

Saya melihat kecenderungan ini muncul ketika mulai terjadi krisis moneter tahun 1997, khususnya tahun 1998 dan 1999. Di situ mulai terjadi pergeseran cara pengambilan keputusan pihak tertanggung untuk membeli polis asuransi. Calon pembeli asuransidihadapkanpadaupaya pengetatan anggaran karena berkurangnya anggaran mereka. Di sisi lain, rate asuransi naik akibat risiko tinggi sebagai dampak dari peristiwa kerusuhan Mei 1998. Ini sangat dilematis.

Bagaimana dengan potensi asuransi mikro?

Asuransi mikro sangat berkaitan dengan jaminan pertanggungan asuransi masyarakat dengan tingkat ekonomi lemah seperti UKM-UKM (usaha kecil menengah). Market asuransi ini yang bakal kita lirik.Potensinya sebagian besar tersebar di daerah. Begini, pascaterjadinya tanah longsor, gempa bumi, dan tsunami, kita bisa belajar seberapa banyak masyarakat memiliki polis asuransi atas kepentingan dan harta bendanya.

Tapi bukankah konsentrasi bisnis Asuransi Bina Griya Upakara lebih terfokus ke sektor properti?

Memang sejak awal Bina Griya Upakara memfokuskan diri pada asuransi di sektor properti seperti rumah tinggal. Karena itu,tidak aneh jika asuransi Bina Griya selama ini identik dengan proteksi rumah tinggal. Sebab akhirnya pangsa pasar kita lebih banyak diarahkan ke asuransi KPR (kredit pemilikan rumah). Tetapi kalau kita lihat apakah KPR- KPR sekarang diasuransikan semua? Kan tidak.Yang membeli secara cash masih banyak yang belum mengasur a n - s i k a n rumahnya . Hanya saja ketika masa kredit kepemilikan itu selesai, kepesertaan asuransi itu juga selesai.Ini juga yang sebenarnya Asuransi Bina Griya Upakara bidik.

Berapa porsi anggaran bisnis asuransi di korporasi dengan ritel di Binagriya Upakara?

Saya memperkirakan porsinya berkisar 40% ritel,60% korporasi. Tetapi porsi di korporasi akan cenderung turun karena premi asuransinya sudah sangat rendah dan tidak menarik lagi. Sementara yang ritel bisa kita pertahankan dengan baik.

Asuransi Binagriya Upakara sendiri bagaimana?

Rencananya, salah satu bisnis yang akan kami garap adalah mortgage insurance di samping micro-insurance akan terus kami kembangkan berdasarkan pengalaman yang kami miliki. Mudah-mudahan kami bisa menjadi market leader. Sekarang banyak bank yang melakukan pembiayaan, sementara dia potensial terganggu dengan NPL. Nah, untuk mengatasi gangguan itu kita menyiasati dengan mortgage insurance. Ini seperti payment insurance insurance di beberapa negara lain. Asuransi model ini menghindarkan bank dari gangguan NPL. Itu yang akan kita rumuskan. Kami melihat produk ini kandirespons dengan baik oleh bank, khususnya yang memberikan KPR.

Bagaimana dengan kompetisi di asuransi umum?

Saya pikir kompetisi di asuransi umum mulai kurang baik. Itu juga salah satu alasan mengapa Menteri Keuangan kita mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/2007 yang mengatur masalah tarif premi asuransi lini kendaraan bermotor. Karena itu saya pikir, industri harus mulai belajar untuk tidak lagi terjebak dalam k o m p e t i s i s e p e r t i demikian. zaenal muttaqin/ meutia rahmi)

Label:

Proteksi Maksimal Saat Terjadi Guncangan

RABU(12/9) lalu,tepatnya pukul 18.10 WIB, Bengkulu diguncang gempa berkekuatan 7,9 Skala Richter.Peristiwa ini menambah catatan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang berisiko tinggi mengalami gempa bumi berkekuatan besar.

Bencana gempa bumi dengan kekuatan yang cukup tinggi tersebut mengakibatkan runtuhnya bangunan dan rusaknya berbagai sarana dan prasarana. Selain itu, banyak orang mengalami luka cukup serius,bahkan beberapa korban meninggal dunia. Dalam rangka mengantisipasi risiko finansial yang dialami para korban, asuransi jiwa berfungsi sebagai penanggung limpahan risiko (risk shifting) atas kerugian keuangan (financial loss) oleh tertanggung/pemegang polis akibat suatu kejadian yang diperjanjikan (sakit, cacat, atau meninggal dunia) dalam polis.

Misalnya,program asuransi kesehatan dan asuransi kehilangan pendapatan karena cacat. Keduanya dirancang untuk memberikan proteksi pendapatan terhadap risiko sakit dan kecelakaan. Adapun program asuransi jiwa dirancang untuk memberikan proteksi keuangan terhadap munculnya risiko kematian.

Menanggulangi risiko hidup dan kebutuhan

Ketika kita merenungkan risiko terburuk yang bisa terjadi akibat kejadian tak terduga, salah satunya akibat gempa bumi, ada satu kesadaran yang muncul untuk memproteksi diri dari kejadian tersebut. Bisa dibayangkan, berapa biaya yang harus ditang-gung korban atau keluarga korban manakala anggota keluarga mereka mengalami luka-luka cukup serius, bahkan cacat tetap. Beragam perenungan muncul pasca terjadinya gempa. Seandainya kepala keluarga yang meninggal dunia akibat gempa tersebut belum memproteksi diri dengan asuransi jiwa, bagaimana nasib istri dan anak-anak yang ditinggalkannya? Bagaimana mereka harus memenuhi kebutuhan biaya hidup sehari-hari dan biaya pendidikan anak-anak? Sudah tentu, mereka harus memikul beban biaya kelangsungan hidup setelah meninggalnya kepala keluarga yang sebelumnya berperan sebagai pencari nafkah.

Ketika saya melihat tayangan televisi yang meliput kepanikan para profesional di kawasan perkantoran Sudirman dan Thamrin,sebagian besar di antara mereka mungkin sudah memproteksi diri dengan program asuransi jiwa melalui perusahaan. Mungkin juga, ada di antara mereka yang membeli produk asuransi jiwa secara individual. Dalam konteks ini,mereka masuk dalam barisan orang-orang yang sudah mendapat proteksi dari berbagai kejadian tak terduga. Manakala melihat tayangan lain yang memperlihatkan kepanikan di sekitar rumah sakit, kawasan perbelanjaan maupun tempat keramaian lainnya, saya berpikir, sebagian besar di antara mereka mungkin belum memiliki polis asuransi jiwa.

Apa jadinya bila mereka mengalami luka cukup serius akibat musibah tersebut? Saya membayangkan, tabungan yang dikumpulkan selama beberapa bulan oleh para pedagang di pusat perbelanjaan akan ludes dalam waktu singkat untuk memulihkan kesehatan tatkala harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Pada kondisi lain, apa jadinya bila gedung-gedung yang menjadi pusat keramaian massa mengalami kerusakan yang cukup parah dan mengakibatkan jatuhnya korban dengan luka cukup serius? Ketika para korban belum terproteksi dengan produk asuransi jiwa, sudah tentu mereka harus mengeluarkan dana cukup besar untuk proses perawatan dan pemulihan. Siapkah kita menanggung akibat musibah seperti ini? Apakah kita bisa berempati dan belajar dari musibah yang dialami saudara-saudara kita?

Dalam rangka mengantisipasi hal tersebut, sudah waktunya masyarakat mulai menyadari pentingnya memproteksi diri dengan membeli produk asuransi jiwa. Dengan menyisihkan sejumlah uang untuk membayar polis asuransi jiwa secara berkala–– tiga bulanan, per semester, atau per tahun–– para pemegang polis bisa mendapatkan proteksi manakala mereka berhadapan dengan kejadian tak terduga/kemalangan. Berangkat dari peristiwa gempa bumi dan ekses destruktif yang ditimbulkannya, inilah saat yang tepat bagi Anda untuk mengambil putusan berasuransi.

Putusan dalam memproteksi diri dengan asuransi pada hari ini amat menentukan sejauh mana proteksi yang bisa Anda dapatkan di masa depan. Itu sebabnya, ambil putusan saat ini! Kaji ulang prioritas keuangan keluarga Anda! Tambahkan dana pembayaran premi asuransi dalam prioritas pengeluaran bulanan. Sisihkan sebagian kecil dari penghasilan untuk ditabung guna membayar premi asuransi jiwa secara teratur. Semua itu bertujuan untuk melindungi, atau minimal mengurangi beban keuangan akibat kemalangan dan kejadian tak terduga lainnya.Selanjutnya, kita perlu menyampaikan kabar tentang pentingnya proteksi dini melalui asuransi. Paling tidak, kepada keluarga terdekat secara kontinu demi kepentingan orang-orang yang kita cintai. Eddy KA Berutu Direktur Eksekutif AAJ

Verifikasi Ulang Warga Miskin

SURABAYA (SINDO) – Data warga miskin di Surabaya harus segera diverifikasi. Data tersebut sangat dibutuhkan warga miskin untuk mendapatkan kartu identitas keluarga miskin (KIKM).

Menurut Wakil Ketua Komisi D (Bidang Kesejahteraan) Baktiono, di Surabaya masih banyak ditemui warga miskin yang tidak memiliki KIKM. Ini disebabkan saat proses verifikasi data, petugas yang melaksanakan verifikasi tidak mengetahui pasti kondisi keluarga yang disurvei. ”Masih banyak warga Surabaya yang sebenarnya tergolong sangat miskin, tapi tidak punya KIKM karena saat verifikasi tak termasuk,” tandas Baktiono,kemarin.

Namun, dia mengakui tidak mempunyai data pasti berapa jumlah warga miskin di Surabaya yang belum mempunyai KIKM.Yang memiliki data itu adalah Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (Bapemas KB) dan Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut Baktiono, dengan KIKM,warga miskin bisa mendapatkan hak-haknya,di antaranya jatah pembelian beras untuk warga miskin (raskin) serta biaya kesehatan gratis melalui asuransi kesehatan keluarga miskin (Askeskin). Untuk verifikasi data ini, Baktiono meminta, dalam melakukan survei Bapemas KB melibatkan kelurahan setempat. ”Kelurahan atau RT dan RW itu yang paling tahu kondisi warganya.

Kalau survei dilakukan LSM, pasti datanya hanya sambil lalu saja,” katanya. Berdasarkan data di Bapemas KB,saat ini penduduk Surabaya yang masuk kriteria miskin sebanyak 113.125.000 kepala keluarga (KK). Sedangkan menurut data BPS jumlahnya lebih besar,mencapai 124.679 KK. Sementara menurut Kepala Bapemas KB Kota Surabaya Eko Heryanto, perbedaan data itu disebabkan data yang ada di BPS adalah data semua warga miskin yang ada di Surabaya,termasuk yang bukan penduduk Surabaya.

”Kalau yang kami masukan dalam data hanya warga miskin yang punya KTP Surabaya saja,”ujar Eko. Menanggapi desakan dewan agar melakukan verifikasi ulang, Eko mengatakan, sejak awal September lalu proses verifikasi data itu sudah dilakukan. Hasilnya baru diperkirakan bakal diketahui awal bulan depan. ”Kami tidak bisa memastikan selesainya kapan, tapi seharusnya bulan depan,”tandasnya. Menurut Eko, ada sejumlah variabel yang dijadikan sebagai tolok ukur untuk menentukan status warga, apakah tergolong miskin atau tidak.

Di antaranya penghasilan seseorang, kondisi sandang,dan papannya. Untuk ukuran penghasilan, yang digolongkan keluarga miskin adalah mereka yang maksimal berpenghasilan Rp900.000/ bulan. Itu jika keluarga tersebut sudah mempunyai anak. ”Kalau penghasilannya hanya Rp800.000, tapi belum punya tanggungan anak tidak termasuk warga miskin,”katanya. Menurutnya, dalam survei ini, Bapemas KB juga melibatkan kader kelurahan dan petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) sehingga dipastikan data Bapemas KB sudah valid.

Sementara terkait tidak terserapnya anggaran raskin sebesar Rp6 miliar yang sudah dianggarkan dalam APBD 2007 ini seperti diberitakan SINDO, Jumat (21/9) lalu, menurut Eko, saat ini pemerintah pusat sedang dalam proses pembahasan masalah ketentuan standar harga beras. (abdul rochim)

Label:

Dunia Kampus - STMA Trisakti, Lulusannya banyak terserap dunia kerja

Tidak banyak perguruan tinggi di Indonesia yang mengkhususkan diri pada bidang manajemen asuransi setingkat sarjana (S-1). Satu dari yang sedikit itu adalah Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi (STMA) Trisakti. Tak heran, lulusannya lebih dari 90 persen langsung terserap di dunia kerja, terutama di ratusan perusahaan asuransi yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Hal itu bisa terjadi karena 80 persen mahasiswa STMA Trisakti adalah karyawan yang sebelumnya adalah lulusan Diploma-3 dan ingin meningkatkan status pendidikannya ke jenjang strata satu," kata Ketua STMA Trisakti, Hadi Achmadi dalam percakapan dengan wartawan, di Jakarta, belum lama ini.

Hadi Achmadi menambahkan, sarjana S-1 di bidang asuransi selama ini memang belum banyak. Hal itu disebabkan terbatasnya perguruan tinggi program studi manajemen asuransi di Indonesia. Dampaknya, staf pengajar dalam bidang manajemen auransi pun boleh dibilang sangat minim jumlahnya.

"Kalau praktisi di bidang asuransi banyak sekali, karena bidang asuransi di Indonesia bukanlah hal yang baru. Namun, ahli saja di bidangnya tidak cukup membuat seseorang menjadi staf pengajar karena tetap diperlukan pengetahuan dan kemampuan untuk mengajar. Itulah salah satu landasan, mengapa STMA Trisakti ini didirikan, mengingat kebutuhan akan pendidikan manajemen auransi setingkat S-1 masih sangat minim," ucap Hadi Achmadi.

Lulusan STMA Trisakti umumnya sudah banyak yang bekerja di dunia asuransi. Namun, mereka ingin meningkatkan pendidikan untuk menaikkan status karirnya. "Karena itu hanya sekitar 10 persen saja lulusan STMA yang belum mendapat pekerjaan."

HA Gusnaeni SH, MBA- Senat STMA Trisakti sekaligus Presiden Director PT Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk yang hadir dalam kesempatan itu mengungkapkan, asuransi berbeda dengan dunia perbankan.

"Justru kita terus mengalami perkembangan yang baik di saat krismon terjadi. Bank banyak yang tutup sementara permintaan asuransi sudah mulai meningkat walau angka partisipasi peserta asuransi di Indonesia masih kecil," ujarnya.

Menurut Gusnaeni, pihaknya sangat antusias bahwa lulusan STMA Trisakti tidak akan pernah menganggur. "Bahkan banyak lulusan kami yang sudah diincar lebih dulu oleh perusahaan asuransi. Di antara lulusan yang wisuda tahun ini, ada yang sudah menjabat direktur utama sebuah perusahaan asuransi."

STMA Trisakti awalnya adalah Akademi Asuransi Trisakti (AKASTRI) yang didirikan tahun 1984 oleh Yayasan Trisakti, dan baru menghasilkan pendidikan Sarjana Diploma pada tahun 1991. Pada tahun 2002, Akademi Asuransi Trisakti berubah menjadi STMA Trisakti. Sejak didirikan STMA Trisakti sudah menghasilkan dua kali lulusan sarjana S1 di bidang asuransi atau sekitar 200 orang.

STMA Trisakti membuka program Strata S1 dengan konsentrasi Manajemen Asuransi Jiwa dan Manajemen Asuransi Kerugian. Sementara itu program pendidikan Diploma III dengan jurusan Asuransi Jiwa dan Asuransi Kerugian.

"Lulusan program S-1 Manajemen Asuransi berhak menyandang gelar Sarjana Ekonomi Asuransi. Sedangkan lulusan Diploma III mendapat sebutan Ahli Madya Asuransi Jiwa dan Ahli Madya Asuransi Kerugian," katanya.

Menurut Hadi, program pendidikan Sarjana S1 STMA Trisakti yang pertama di Indonesia ini sudah menunjukkan kemajuan yang signifikan. Beberapa kemajuan tersebut di antaranya telah ditandatanganinya kerjasama dengan Asosiasi Broker Asu-ransi dan Reasuransi Indonesia (ABAI). Juga kerjasama dengan pemberian beasiswa oleh PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia untuk mahasiswa STMA Trisakti yang berprestasi.

"Kami juga melakukan perjanjian kerjasama, praktik kerja dengan perusahaan asuransi dan reasuransi anggota Dewan Asuransi Indonesia (DAI). Kerjasama itu dilakukan untuk memberikan kesempatan melaksanakan praktik kerja selama kurang lebih 3 bulan di perusahaan asuransi dan reasuransi tersebut," jelasnya. (Tri Wahyuni)

Label:

Menyiapkan SDM Andal di Bidang Asuransi

APA yang ada di benak Anda ketika mendengar kata profesi asuransi? Sebuah profesi yang bertugas sebagai sales sebuah perusahaan asuransi tertentu? Tampaknya demikian halnya yang terjadi, ketika sebuah survei tak resmi dilakukan, hampir semua memberikan jawaban senada.

Kadang pula dijawab dengan sedikit nada yang kurang mengenakkan karena beragam kasus yang terjadi dalam marketing asuransi, akibat persaingan di dunia asuransi yang sangat besar di Indonesia.

Peluang asuransi di Indonesia sangatlah besar. Terbukti dengan masuknya perusahaan-perusahaan asing untuk memasarkan produknya di Indonesia. Bank-bank besar, pihak swasta, maupun pemerintah berlomba-lomba untuk membuka perusahaan asuransi di Indonesia.

Di sisi lain, pangsa pasar asuransi di Indonesia sendiri teramat besar. Hampir seluruh perusahaan besar maupun kecil, perorangan, sekolah, benda kepemilikan, dan masih banyak lagi menjadi target market. Sudah dapat dipastikan bahwa asuransi menjadi produk wajib masyarakat yang sudah sadar pentingnya asuransi. Tentu saja dengan kemajuan pendidikan, perekonomian, dan sebagainya, keinginan untuk memiliki polis asuransi jadi semakin besar dan bervariasi.

Sayangnya, peluang di bidang perasuransian yang sedemikian besar ini masih kurang ditangkap oleh masyarakat Indonesia. Bahkan masyarakat masih banyak dicekoki pandangan bahwa asuransi identik dengan sales asuransi, yang notabene pekerjaannya adalah menjual polis asuransi ke seluruh masyarakat. Padahal tidaklah demikian halnya.

Ini adalah profesi yang berkaitan dengan pengelolaan asuransi. Dalam hal ini menyangkut staf ahli asuransi, klaim, legal, underwriter, dan manajemen, dari level menengah hingga level tertinggi.

Sayang peluang ini kurang dipahami oleh masyarakat. Akibatnya, tenaga ahli di bidang asuransi bisa dibilang sangatlah kurang, sehingga sering 'diimpor' dari luar negeri. Padahal sekolah profesi asuransi sudah ada di Indonesia sejak 20 tahun lalu, yakni Akademi Asuransi Trisakti (Akastri). Dalam perkembangan selanjutnya, Akastri berubah menjadi Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi Trisakti (STMA Trisakti).

Sesuai dengan kebutuhan profesi asuransi di Indonesia, STMA Trisakti menyelenggarakan pendidikan diploma III dengan Program Studi Asuransi Jiwa dan Program Studi Asuransi Kerugian. Program pendidikan ini telah memperoleh nilai akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Untuk pendidikan sarjana, STMA Trisakti memiliki Program Studi Manajemen dengan Konsentrasi Manajemen Asuransi Jiwa, Manajemen Asuransi Kerugian, dan Manajemen Risiko.

Menariknya lagi, pendidikan profesi asuransi ini masih bisa dilanjutkan dengan mengambil program strata 2 di Inggris dan Belanda. Sementara itu, dalam waktu dekat STMA Trisakti merencanakan akan membuka program S-2.

Sebagai perintis dalam pendidikan tinggi asuransi di Indonesia, STMA Trisakti mendasarkan penyusunan kurikulumnya pada pemenuhan kebutuhan dunia industri asuransi nasional yang mengacu pada kebutuhan terkini, yang diperlukan oleh asosiasi yang ada dalam industri asuransi dan usaha penunjang industri asuransi nasional.

Pengajaran di STMA juga menggunakan kurikulum pendidikan asuransi luar negeri seperti negara Anglo Saxon dan Eropa Kontinental, untuk Program Studi Asuransi Kerugian untuk Amerika Serikat, dan Jepang untuk Progam Studi Asuransi Jiwa.

Untuk itulah, pendirian Akastri 20 tahun lalu sangat disambut dan didukung oleh Ketua Dewan Asuransi Indonesia, dengan menyatakan bahwa industri asuransi memang membutuhkan tenaga profesional berpendidikan tinggi dalam bidang pengasuransian dalam rangka kaderisasi.

Sambutan yang baik ini ditujukan oleh dukungan penuh dari berbagai perusahaan asuransi, sehingga pada tahun pertama pendirian Akastri, 80% mahasiswanya adalah karyawan badan usaha asuransi.

Hingga kini prestasi dan kualitas lulusan STMA Trisakti dijaga ketat. Kini lebih dari 1.200 alumni STMA Trisakti telah terserap di berbagai industri perasuransian baik skala nasional maupun internasional. Bahkan beberapa di antaranya mampu memegang posisi kunci di perusahaan masing-masing.

Dengan adanya pendidikan asuransi seperti STMA Trisakti, diharapkan peluang kerja yang ada di industri perasuransian Indonesia bisa tertangani dengan baik dan profesional. Profesi asuransi tidak hanya sales-lah. (Rustika/B-3)

Label:

Gaikindo: Premi baru asuransi Kendaraan Bermotor ganggu pasar

Gaikindo meminta pemerintah menunda implementasi tarif premi referensi asuransi yang akan berlaku mulai 1 September, karena dianggap berpotensi mengganggu pertumbuhan pasar otomotif nasional.

Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Bambang Trisulo mengatakan kenaikan tarif premi referensi dipastikan akan memberikan beban biaya tambahan ke konsumen kendaraan bermotor di Tanah Air. Kondisi ini dikhawatirkan akan mengganggu pertumbuhan pasar otomotif domestik yang sedang membaik.

"Apalagi sekitar 80% lebih pembelian mobil baru dilakukan dengan kredit. Sebaiknya ditunda dulu, beri kami waktu untuk menyusun kekuatan mengembalikan kondisi pasar mobil agar pulih seperti sebelum kenaikan BBM..

Depkeu mengeluarkan Permenkeu No. 74/PMK.010/2007 tentang Penyelenggaraan Pertanggungan Asuransi pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor. Peraturan yang ditandatangani oleh Menkeu Sri Mulyani itu diterbitkan pada 29 Juni.

Berdasarkan peraturan ini referensi premi murni kendaraan bermotor dengan tarif total loss only (TLO) berkisar 0,56%-0,74% untuk kendaraan nontruk dan 0,62% untuk jenis truk. Tarif premi pertanggungan komprehensif untuk kendaraan nontruk mulai 1,19%-2,18%, sedangkan untuk truk 2,01%.

Di pasar, konsumen mobil bakal dikenakan tarif yang lebih mahal karena premi di atas merupakan premi netto yang nilainya 50% lebih rendah dari premi bruto. Pada umumnya perusahaan asuransi menetapkan premi netto yang lebih tinggi karena berkepentingan mengambil selisih untuk menutupi biaya operasional ataupun fee buat broker asuransi.

Mobil Rp150 juta-an

Bambang mengatakan yang paling terbebani dengan pemberlakuan tarif referensi baru ini justru kendaraan dengan populasi terbesar, yaitu Rp150 juta ke bawah. "Jika dulu pembeli hanya dikenakan 3%, nanti akan jadi 4% lebih. Padahal segmen ini kan volume penjualannya terbesar. Kami ingin tingkatkan volume penjualan agar normal, tapi calon pembeli malah terkena tambahan beban," ujarnya.

Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Wiwie Kurnia juga mendesak pemerintah menunda pemberlakuan ketentuan ini.

Menurut dia, kenaikan referensi tarif premi ini akan menimbulkan dampak berantai yang tidak hanya merugikan industri otomotif.

"Jika masyarakat batal beli kendaraan karena merasa terbebani dengan biaya asuransi tambahan, secara otomatis asuransi juga akan dirugikan. Efeknya berantai. Kami sudah berkirim surat ke Menkeu agar kebijakan ini ditunda sampai ekonomi benar-benar mapan," ungkapnya

Label:

DEPKEU harapkan PMK No. 74 jadi acuan

Biro Perasuransian Bapepam LK berharap referensi premi asuransi kendaraan bermotor yang diterbitkan pemerintah bisa digunakan sebagai pedoman untuk lini bisnis asuransi lain agar disiplin menetapkan harga.
Kepala Biro Perasuransian Bapepam LK Isa Rachmatarwata mengatakan pada dasarnya petunjuk umum penetapan premi oleh perusahaan asuransi sebenarnya sudah diatur dalam pasal 20 PP No.73/1992 dan pasal 19 KMK No. 422/KMK. 06/2003.

"Kalau ini dipahami sebagai pedoman yang baik, tidak perlu menunggu sampai pemerintah terbitkan untuk properti, aviation, personal accident. Ini bisa dipahami dan diimplementasikan untuk lini bisnis yang lain," ujar Isa di Jakarta belum lama ini.

Keputusan pemerintah dalam Permenkeu No. 74 tentang Penyelenggaraan Pertanggungan Asuransi pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor yang berlaku 29 Juni sebagai bentuk peringatan terhadap ketidakdisiplinan industri.

Dia mengatakan peringatan untuk menegakkan aturan bisa didasarkan atas peraturan yang ada, menambahkan aturan baru, atau menyempurnakan aturan yang ada. "Kami juga harus mengendalikan diri, tidak setiap kali reaktif melihat apa yang terjadi di industri. Kadang ada yang harus diselesaikan sendiri oleh industri, apakah melalui asosiasi atau sendiri-sendiri," ujarnya.

Isa menilai tidak menutup kemungkinan ada pengaturan yang lebih spesifik untuk lini bisnis lain seperti yang dilakukan untuk bisnis kendaraan bermotor. Namun hal itu perlu pengkajian statistik mendalam mengenai kondisi industri.

Dia mencontohkan reasuransi luar negeri masih mau menutup asuransi properti namun terkena praktik perang tarif yang parah. "Mungkin saja premi yang diterapkan masih dianggap masuk akal, atau ternyata perusahaan masih membukukan laba dari bisnis itu."

Sebelumnya Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Frans Y. Sahusilawane berharap aturan serupa juga diterapkan untuk lini bisnis asuransi lain seperti properti. "Mungkin formatnya tidak sesederhana untuk kendaraan bermotor, tapi kalau pendekatan ini berhasil diterapkan di lini bisnis itu, tidak ada salahnya juga diterapkan di lainnya seperti properti, tapi itu juga perlu kajian mendalam," jelasnya.

Managing Director PT Asuransi Allianz Utama Petrus M. Siregar mengatakan lini bisnis asuransi lainnya yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah adalah asuransi properti.

Dia mengakui untuk mewujudkan hal itu perlu waktu yang cukup lama untuk melihat kondisi industri dan kajian statistik yang melibatkan Persatuan Aktuaris Indonesia.

Tidak melanggar

Ketika ditanyakan apakah ada kekhawatiran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan mempermasalahkan aturan itu karena dinilai melanggar persaingan usaha, Isa mengatakan hal itu diharapkan tidak terjadi karena aturan tersebut tidak mengatur premi.

"Kami tidak pernah memaksakan perusahaan menggunakan tarif ini sebagai tarif premi kalau mereka melengkapi dirinya dengan data yang cukup," tutur dia.

Dia mengatakan jika perusahaan tidak mempunyai data yang cukup untuk menentukan premi maka tarif yang ditentukan tidak berdasar sehingga rawan merugikan masyarakat. "Kami tidak atur premi, kami mengatur cara berperilaku yang sehat dari perusahaan asuransi."

Label: